11/21/2008

Pidana Kehutanan Adelin Lis


Oleh: Zenwen

Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung yang diketuai Ketua MA Bagir Manan telah menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda 1 milyar rupiah berikut kewajiban-kewajiban lainnya kepada Adelin Lis. Demikian hasil rapat permusyawaratan majelis hakim yang digelar pada Kamis, 31 Juli 2008.

Putusan ini adalah kabar gembira bagi para aktivis anti ilegal logging dan gerakan anti korupsi di Indonesia. Putusan ini membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Medan yang telah menjatuhkan putusan bebas kepada Adelin Lis.

Namun dibalik berita gembira ini tak bisa dipungkiri bahwa sekaligus dua putusan yang berbeda ini telah mempertegas kontroversi dalam penanganan kasus-kasus ilegal logging di Indonesia. Secara langsung bagi Departemen Kehutanan putusan terakhir ini menjadi tamparan yang agak menyakitkan karena sebelumnya secara resmi Departemen Kehutanan juga telah menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Adelin Lis bersama perusahaan HPHnya bukanlah tergolong tindak pidana kehutanan tetapi merupakan kesalahan administrasi.

Sementara dalam putusan kasasi MA menyatakan bahwa terdakwa Adelin Lis terbukti melakukan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, dan tindak pidana kehutanan secara bersama-sama dan berlanjut.

Kumulasi Pertanggungjawaban Kehutanan

Dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum terlihat bahwa terdakwa melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana kehutanan secara bersama-sama. Untuk tindak pidana kehutanan pasal yang didakwakan adalah Pasal 50 ayat (2) jo pasal 78 ayat (1) dan ayat (14) UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal 50 ayat (2) menegaskan setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Penjelasan ayat (2) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik, atau hayatinya, yang meyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya.

Tetapi pasal ini memang tidak menyebutkan perbuatan yang bagaimana yang dapat didakwa dengan pasal ini. Apakah perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan izin yang diberikan tetapi kemudian dia menyebabkan kerusakan hutan dapat dikenakan pasal ini? Sebagai contoh penebangan dalam kawasan di luar RKT atau praktek penebangan kayu yang tidak menerapkan sistem silvikultur atau sistem tebang pilih apakah dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dapat didakwa dengan pasal ini.

Sejatinya berbagai ketentuan yang harus dilaksanakan oleh pemegang izin baik sebelum maupun sesudah memperoleh izin bertujuan agar praktek-praktek pengusahaan hutan tidak menyebabkan kerusakan hutan. Apabila berbagai ketentuan seperti penerapan sistem tebang pilih tidak dilakukan maka akan dikuatirkan akan menyebabkan kerusakan hutan.

Pasal 50 ayat (2) adalah untuk mengantisipasi dan memberikan kabar pertakut kepada pemegang izin untuk menerapkan praktek-praktek lestari dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar praktek pengusahaan hutan yang dilakukan tidak menyebabkan kerusakan hutan. Maka sekalipun tidak ditegaskan perbuatan apa yang dimaksudkan akan tetapi apabila secara nyata telah terjadi kerusakan hutan akibat praktek-praktek pengusahaan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka penanggungjawab pengusahaan hutan bersangkutan dapat didakwa dengan pasal ini.

Selain itu perbuatan-perbuatan pemegang izin seperti melakukan penebangan secara serampangan sekalipun dilakukan di dalam areal hutan yang diizinkan juga adalah sebuah pelanggaran administratif. Sehingga paling tidak atas praktek penebangan hutan yang serampangan tersebut selain dapat dikenakan sanksi administratif, si pemegang izin juga dapat dijatuhi hukuman pidana apabila terbukti bahwa kesalahan administratif tersebut menyebabkan kerusakan hutan.

Apabila secara materil telah dapat dibuktikan bahwa telah terjadi kerusakan hutan akibat praktek pengusahaan hutan tinggal dilihat siapa-siapa saja yang harus bertanggungjawab atas kerusakan hutan tersebut. Dalam konteks kasus Adelin Lis misalnya apabila memang sudah terbukti adanya kerusakan hutan apalagi terbukti dilakukan pelanggaran administratif berupa tidak digunakannya sistem silvikultur dan adanya praktek penebangan di luar areal Rencana Kerja Tahunan (RKT) pertanyaannya kemudian apakah memang menjadi tanggungjawab Adelin Lis atas terjadinya perbuatan tersebut?

Dalam dakwaan, Adelin Lis disebutkan sebagai Direktur Keuangan/Umum PT. Keang Nam Development Indonesia (KNDI). Pertanyaan lanjutannya kemudian adalah apakah peran dan tanggungjawab Adelin Lis atas terjadinya kerusakan hutan dalam areal konsesinya? Bila kita cermati posisi Adelin Lin termasuk dalam jajaran direksi yaitu sebagai Direktur Keuangan/Umum. Secara jelas juga dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah menguraikan bahwa akibat tidak direalisasikan anggaran yang telah ditetapkan guna melaksanakan sistem silvikultur tebang pilih tanam indonesia (silvikultur) oleh terdakwa mengakibatkan dibuatnya laporan fiktif hasil cruising.

Dengan demikian jelas kalau memang telah ada kerusakan hutan yang diakibatkan operasional pemegang izin maka dapat disimpulkan telah terjadi tindak pidana kehutanan. Dan dalam konteks kasus Adelin Lis sejak awal di pengadilan tingkat pertama (PN Medan) mestinya sudah dapat dipastikan bahwa Adelin Lis telah melakukan tindak pidana kehutanan. Tapi, nampaknya hal-hal inilah yang tidak dipertimbangkan majelis hakim PN Medan sehingga lahirlah putusan bebas terhadap Adelin Lis. Tetapi syukulah putusan tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Tinggal sekarang kita tunggu kerja keras Kejaksaan untuk segera mengeksekusi terpidana.

http://zpador.wordpress.com/

10/19/2008

Persiapan Menghadapi Sidang Kasus Perceraian


Oleh: Lembar Info LBH Apik


Jika anda akan menghadapi sidang untuk kasus perceraian, baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, ada beberapa hal yang perlu anda ketahui.

1. Mendapatkan nasehat hukum

Jika anda tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hukum, ada baiknya anda meminta nasehat hukum dari seorang pengacara, konsultan hukum atau orang yang sudah berpengalaman. Jangan menganggap remeh persoalan yang anda hadapi, meskipun kasus yang anda hadapi tidak terlalu rumit, karena konsekuensi hukum yang anda hadapi nantinya mengikat dan bersifat memaksa. Oleh karena itu, jangan menunda sampai saat-saat terakhir putusan hakim akan dijatuhkan atau saat posisi anda sudah terjepit.

2. Beberapa hal yang penting untuk ditanyakan

Banyak hal yang dapat anda tanyakan kepada pihak-pihak yang lebih mengetahui tentang proses hukum, antara lain tentang:

ö Hal-hal yang harus dipersiapkan, jika anda mewakili diri sendiri dalam sidang

ö Mendiskusikan tentang penyebab/alasan mengapa anda memutuskan bercerai dengan suami anda

ö Bila anda memakai jasa pengacara (kuasa hukum) di pengadilan, apakah hal itu akan berpengaruh pada putusan hakim?

ö Biaya yang harus dikeluarkan, jika anda memakai jasa pengacara (kuasa hukum)

ö Garis besar proses hukum yang akan anda hadapi di pengadilan

ö Lama waktu yang dibutuhkan untuk proses hukum kasus yang anda hadapi

Sebelum meminta nasehat hukum, sebaiknya anda menyiapkan terlebih dulu surat-surat penting mengenai kasus anda (antara lain: surat nikah asli dan fotokopinya yang telah dibubuhi materai, fotokopi akta kelahiran anak yang dilegalisasi di kantor pos, fotokopi KTP, fotokopi Kartu Keluarga,dll). Biasanya kasus perceraian disertai pula dengan masalah pembagian harta gono-gini, sebaiknya anda juga menyiapkan surat-surat yang terkait dengan dengan harta benda perkawinan seperti akta jual-beli, sertifikat, kwitansi, bon jual-beli, surat bukti kepemilikan dan semacamnya. Hal ini untuk memudahkan anda dan penasehat hukum anda memahami persoalan hukum yang sedang anda hadapi. Setelah anda memahami persoalan anda, diharapkan anda sudah dapat mengambil keputusan apakah akan meminta bantuan pengacara atau kuasa hukum sebagai wakil anda di pengadilan, atau anda memutuskan untuk mewakili diri anda sendiri, tanpa didampingi pengacara.

3. Dimana anda bisa mendapatkan nasehat & bantuan hukum?

Anda dapat meminta nasehat hukum dari seorang konsultan hukum atau pengacara, dengan kebebasan memilih untuk didampingi/tidak oleh mereka dalam sidang pengadilan nanti.

Jika anda tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar seorang pengacara, ada beberapa lembaga yang dapat anda mintai bantuan dengan tanpa membebani biaya yang berlebihan kepada anda. Lembaga yang sifatnya nirlaba ini, —misalnya Lembaga Bantuan Hukum terdekat di wilayah anda—biasanya akan mempertimbangkan bagaimana kondisi anda, baik kondisi ekonomi maupun psikologis.

Jika anda menginginkan nasehat hukum atau bantuan hukum dari pengacara swasta, jangan segan menanyakan biaya yang akan dikeluarkan. Juga jangan ragu untuk menanyakan kepada pengacara lain yang berbeda, jika biaya yang dikenakan terlalu mahal. Ingat! Anda mempunyai hak penuh untuk memutuskan dan memilih siapa yang akan menjadi penasehat hukum atau kuasa hukum yang anda anggap paling sesuai.

4. Yang harus anda siapkan sebelum ke pengadilan

a. Bila tanpa didampingi Pengacara

ö Mempersiapkan surat gugatan; Setelah anda memahami segala sesuatunya (sudah meminta bantuan saran/nasehat dari pihak yang paham soal ini), anda dapat mempersiapkan surat gugatan anda sendiri (langkah-langkah pembuatan surat gugatan dapat dilihat di Lembar Info LBH APIK Jakarta tentang Prosedur Mengajukan Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama)

ö Menyiapkan uang administrasi yang jumlahnya sekitar Rp.500.000.- (lima ratus ribu rupiah) yang nantinya harus anda bayarkan ke bagian pendaftaran gugatan di pengadilan. Anda akan menerima SKUM (Surat Keterangan Untuk Membayar) setelah membayar.

ö Mempersiapkan apa yang akan anda katakan di pengadilan tentang kasus anda. Untuk mempersiapkannya, disarankan agar anda berdiskusi kembali dengan orang-orang/pihak yang memahami soal ini.

ö Mempersiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi

b. Bila didampingi Pengacara

ö Jika anda memilih untuk didampingi pengacara, terlebih dulu pengacara anda membuat Surat Kuasa yang harus anda tandatangani. Surat Kuasa adalah surat yang menyatakan bahwa anda (sebagai pemberi kuasa) memberikan kuasa kepada pengacara anda (sebagai penerima kuasa) untuk mewakili anda dalam pengurusan kasus anda, mulai dari pembuatan surat-surat seperti surat dakwaan, beracara di muka sidang pengadilan, menghadap institusi atau orang yang berwenang dalam rangka pengurusan kasus anda, meminta salinan putusan pengadilan dan sebagainya.

ö Menyiapkan Surat Gugatan. Bila anda sudah menandatangani Surat Kuasa, maka selanjutnya pengacara (kuasa hukum) andalah yang akan mengurus pembuatan Surat Gugatan dan surat-surat lainnya yang dibutuhkan selama proses hukum berjalan.

ö Siapkan uang administrasi kurang lebih Rp.500.000,- yang harus anda bayarkan ke bagian pendaftaran gugatan di pengadilan. Usai membayar, anda akan menerima SKUM (Surat Keterangan Untuk Membayar).

ö Siapkan uang untuk pembayaran pengacara anda bila pengacara yang anda minta bantuannya adalah pengacara yang dibayar.

Yang penting juga harus anda perhatikan:

ö Persiapkan mental anda

ö Usahakan tidak terlambat ke pengadilan karena dapat mempengaruhi jalannya sidang

ö Berpakaian sopan dan rapi.

5. Di ruang sidang pengadilan

a. Yang mungkin ditanyakan hakim

ö Dalam sidang pertama, hakim biasanya akan melakukan upaya perdamaian. Di sidang ini hakim akan bertanya apakah kedua pihak yang bersengketa akan mengadakan perdamaian/tidak?

ö Dalam proses pemeriksaan, hakim dapat menanyakan masalah-masalah yang terkait dengan gugatan, apakah ada keberatan dari para pihak/tidak?

ö Sebelum putusan dijatuhkan hakim, hakim dapat bertanya apakah ada hal-hal lain yang ingin disampaikan para pihak? Misalnya hak untuk mengasuh anak di bawah umur atau menemui anak, jika sebelumnya mendapat halangan untuk bertemu.

b. Siapa saja yang berhak hadir di persidangan?

ö Hakim: yaitu orang yang memimpin jalannya sidang, memeriksa, dan memutuskan perkara

ö Panitera: yang bertugas mencatat jalannya persidangan

ö Anda, sebagai pihak yang mengajukan gugatan, disebut Penggugat/Kuasa hukumnya

ö Suami Anda, sebagai pihak yang digugat, disebut Tergugat/Kuasa hukumnya

6. Apa hak anda sebagai Penggugat?

ö Didampingi pengacara sebagai kuasa hukum di pengadilan

ö Bertanya dan menjawab mengenai perkembangan kasusnya baik kepada kuasa hukumnya, maupun kepada hakim

ö Mendapat salinan surat keputusan pengadilan (dapat melalui kuasa hukumnya)

ö Mendapat perlakuan yang sama di muka hukum, tanpa dibedakan berdasarkan suku, agama, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik atau status sosialnya

7. Berapa lama proses berlangsung?

a. Pengadilan Tingkat Pertama (di PN atau PA)

Sidang biasanya dilakukan lebih dari 6 (enam) kali, namun ada juga yang kurang dari itu. Jangka waktu yang dibutuhkan maksimal 6 (enam) bulan di tingkat pengadilan pertama (PN atau PA).

b. Pengadilan Tingkat Banding dan Kasasi (di PT dan Mahkamah Agung)

Waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu perkara hingga tingkat banding dan kasasi berbeda-beda. Namun secara umum hingga awal proses pengadilan tingkat pertama hingga kasasi di Mahkamah Agung bisa memakan waktu 3-5 tahun.

Sumber: http://www.lbh-apik.or.id

9/26/2008

SELAMAT IDIL FTRI 1429H

MOHON MAAF LAHIR & BATIN

9/25/2008

PERADI Mengutuk Penganiayaan Advokat oleh Polisi

Penganiayaan advokat oleh Kepolisian Resor (Polres) Jakarta Utara telah mengundang kecaman keras dari organisasi profesi advokat serta beberapa organisasi non-pemerintah (ornop) di bidang hukum dan kepolisian.

Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) bersama Institute for Democracy and Legal Empowerment (Ideal), Indonesian Police Watch, dan Masyarakat Anti Kekerasan Polisi baru-baru ini mengutuk penganiyaan advokat Rekan Jazuni oleh Polres Jakarta Utara. Peristiwa itu telah menodai citra hukum Indonesia.

“Kami meminta kepada Kapolri untuk segera menindak tegas pelaku penganiayaan yang dilakukan oleh Polres Jakarta Utara,” demikian dinyatakan dalam siaran pers yang ditandatangani Direktur Ideal Mohamad Misbah, Ketua Presidium Indonesian Police Watch Neta S. Pane, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional PERADI Harry Ponto, dan Ketua Masyarakat Anti Kekerasan Polisi Siswadi.

Dalam siaran pers tertanggal 16 September 2008 tersebut PERADI dan ketiga ornop itu menuntut pembebasan Jazuni dari segala tuntutan hukum. Keempat lembaga tersebut juga mendesak agar pelaku penganiayaan ditindak tegas dan diberi hukuman seberat-beratnya baik kepada si pelaku maupun pimpinan yang menyuruhnya.

Penganiayaan Jazuni saat sedang menjalankan profesinya oleh Polres Jakarta Utara dinilai telah menginjak-injak profesi advokat sebagai penegak hukum seperti dinyatakan secara tegas dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Hak advokat untuk memperoleh informasi dari instansi pemerintah atau pihak lain juga dijamin Pasal 17 UU Advokat.

Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-udangan.

Upaya meminta keterangan yang dilakukan Jazuni kemudian dihalang-halangi oleh Polres Jakarta Utara hingga mendorong advokat tersebut. Ironisnya polisi menyikapi hal tersebut dengan tidak profesional sehingga timbul penganiayaan terhadap Jazuni. (*/Amr)

-------------------------------------------------------------------
[Pasal 5 ayat (1) UU Advokat]

Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

[Pasal 17 UU Advokat]

Penganiayaan oleh Polres Jakarta Utara terjadi pada 13 September 2008 saat Jazuni sedang menjalankan profesinya sebagai advokat. Ketika itu dia datang ke Polres Jakarta Utara untuk meminta keterangan dan mengklarifikasi atas penangkapan kliennya sehari sebelumnya.

-------------------------------------------------------------------
http://www.peradi.or.id/in/detail.viewer.php?catid=16dd3ef591d3f0a3bbf73dd28c39656f&cgyid=3dfb4c55b245a8366c6d5a32b7bdf784

Yap Thiam Hien (1913-1989) Obor Pejuang Keadilan dan HAM


Yap Thiam Hien seorang pengabdi hukum sejati. Ia mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Namanya telah menjadi sumber inspirasi dan obor api semangat bagi segenap pejuang keadilan dan HAM di negeri ini. Pria Tionghoa ini seorang advokat teladan yang berani dan tanpa pamrih selalu hadir paling depan membela orang-orang tertindas. Patutlah namanya diabadikan sebagai nama penghargaan penegakan HAM: Yap Thiam Hien Award.

Sehingga, walaupun pejuang HAM, kelahiran Banda Aceh 25 Mei 1913, ini telah wafat 25 April 1989, namanya tetap hidup menjadi sumber inspirasi dan obor api perjuangan hak asasi manusia yang terus menyala, tidak pernah padam. Ia telah menjadi teladan dan guru bagi banyak advokat terkenal di negeri ini. Semangat juangnya untuk menegakkan keadilan diukir dalam lambang Yap Thiam Hien Award dengan semboyan Fiat Justitia, Ruat Caelum yang artinya tegakkan keadilan, sekalipun langit runtuh.

Agaknya, itu pulalah menjadi makna paling hakiki dari penganugerahan Yap Thiam Hien Award, yaitu suatu sumber nyala api semangat meneruskan (estafet) perjuangan hak asasi manusia sebagai komitmen terhadap kemerdekaan, keadilan dan peradaban. Suatu obor estafet hak asasi manusia. Sekaligus sebagai penghormatan dan penghargaan kepada Yap Thiam Hien, walaupun dia tidak mengharapkan penghargaan itu.

Yap Thiam Hien Award yang adalah penghargaan bidang HAM yang pertama di Indonesia, telah diselenggarakan sejak 1992. Dianugerahkan kepada individu dan lembaga yang teguh berjuang di bidang penegakan HAM.

Siapa Yap Thiam Hien? Sudah banyak cerita (kisah) tentang dia. Ia seorang pejuang hak asasi manusia di Indonesia. Sebagian besar hidupnya diabdikan untuk membela siapa saja yang tertindas. Pemilik sosok tubuh kecil ini bernyali besar untuk membela siapapun yang tertindas.

Ia dikenal sebagai seorang advokat teladan yang mencerminkan prinsip dan idealisme seorang penegak hukum yang ideal. Seorang pejuang hak asasi manusia yang gigih memperjuangkan hak-hak kaum terpinggir dan minoritas. Ia sosok advokat yang menjadi teladan dan sumber inspirasi bagi para penegak hukum generasi sesudahnya.

Sebagai advokat, ia tidak pernah memilih-milih klien untuk dibela. Sejak aktif sebagai advokat tahun 1948, ia selalu melayani kepentingan masyarakat dari semua lapisan tanpa kenal lelah. Hampir setiap perkara yang ditanganinya sarat dengan isu-isu yang bersangkutan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip negara hukum dan keadilan. Ia tak pernah takut berhadapan dengan kekuasaan walaupun risikonya bisa menyulitkan dirinya, ditahan dan dipenjara.

Memang, ia seorang advokat yang pantas menyandang predikat istimewa dalam penegakan hukum dan keadilan di Indonesia: Seorang ‘Singa Pengadilan’. Demi menegakkan hukum dan keadilan, ia selalu siap berjuang habis-habisan tanpa mengenal rasa takut. Sering kali ia membela klien yang sebelumnya telah ditolak advokat lain karena miskin atau unsur politik dan mengenai kepentingan pemerintah. Pada era Orde Baru itu, kerap kali para advokat menghindari membela kepentingan rakyat yang tertindas. Tetapi, Yap tetap teguh pada prinsip, ia berani dengan segala konsekuensinya membeli kepentingan para wong cilik.

Contohnya, ia pernah membela pedagang di Pasar Senen yang tempat usahanya tergusur oleh pemilik gedung. Saking ‘geram’-nya ‘Singa Pengadilan’ ini bahkan menyerang pengacara pemilik gedung itu dalam persidangan, dengan mengatakan: “Bagaimana Anda bisa membantu seorang kaya menentang orang miskin?” Yap, salah seorang pendiri Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu berani membangkitkan semangat wong cilik tertindas dan tergusur itu untuk menentang kebijakan pemerintah yang salah, demi tegaknya keadilan.

Pada era Bung Karno, Yap (panggilan akrabnya) menulis artikel yang mengimbau presiden agar membebaskan sejumlah tahanan politik, seperti Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Mochtar Lubis, Subadio, Syahrir, dan Princen.

Begitu pula ketika terjadinya G-30-S/PKI, Yap, yang dikenal sebagai pribadi yang antikomunis, juga berani membela para tersangka G-30-S/PKI seperti Latief, Asep Suryawan, dan Oei Tjoe Tat. Yap bersama Aisyah Aminy, Dr Halim, Wiratmo Sukito, dan Dr Tambunan yang tergabung dalam Lembaga Hak-hak Asasi Manusia yang mereka dirikan dan sekaligus mewakili Amnesty Internasional di Indonesia, meminta supaya para tapol PKI dibebaskan.

Ia juga membela Soebandrio, bekas perdana menteri, yang menjadi sasaran cacian massa pada awal Orde Baru itu. Pembelaan Yap yang serius dan teliti kepada Soebandrio itu sempat membuat hakim-hakim militer di Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa) bingung, heran dan jengkel.

Yap juga seorang tokoh yang antikorupsi. Ia bahkan sempat ditahan selama seminggu pada tahun 1968 sebagai akibat kegigihannya menentang korupsi di lembaga pemerintah.

Pada Peristiwa Malari (Lima Belas Januari) 1974, Yap juga tampil teguh memosisikan diri membela para aktivis berhadapan dengan kekuasaan yang otoriter. Ia pun ditahan tanpa proses peradilan. Ia dianggap menghasut mahasiswa melakukan demo besar-besaran. Begitu pula ketika terjadi Peristiwa Tanjung Priok pada 1984, Yap maju ke depan membela para tersangka.

Yap Thiam Hien, anak sulung dari tiga bersaudara buah kasih Yap Sin Eng dan Hwan Tjing Nio, dibesarkan dalam lingkungan perkebunan yang sangat feodalistik. Kondisi lingkungan feodalistik ini telah menempa pribadi cucu Kapitan Yap Hun Han ini sejak kecil memberontak dan membenci segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan.

Semangat antipenindasan ini telah mendorongnya untuk giat belajar. Ia sadar bahwa pendidikan adalah syarat utama untuk bisa melawan penindasan. Tanpa pendidikan akan sulit bagi seseorang melepaskan diri dari penindasan, apalagi untuk membela orang dari penindasan. Maka ia pun dengan tekun belajar di Europesche Lagere School, Banda Aceh. Kemudian melanjut ke MULO di Banda Aceh.

Setamat dari MULO, Yap meninggalkan Banda Aceh, melanjutkan studi ke AMS A-II jurusan Sastra Barat di Yogyakarta pada 1933. Ketika di AMS itu Yap banyak menghabiskan waktu membaca literatur berbahasa Belanda, Jerman, Inggris, Prancis, dan Latin.

Kemudian ia pindah ke Jakarta, dan masuk Chineesche Kweekschool. Selepas itu, Yap menjadi guru di Chinese Zendingschool, Cirebon. Berikutnya menjadi guru di Tionghwa Hwee Kwan Holl, China School di Rembang dan Christelijke School di Batavia. Lalu, sejak 1938, Yap yang pernah menjadi pencari langganan telepon, bekerja di kantor asuransi Jakarta dan di Balai Harta Peninggalan Departemen Kehakiman pada 1943.

Belum puas dengan tingkat pendidikan yang diperolehnya, setelah kemerdekaan, Yap berangkat ke negeri kincir angin melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda. Dari sana ia meraih gelar Meester de Rechten.

Sekembali ke tanah air, ia mulai berkiprah sebagai seorang advokat sejak 1948. Pada mulanya menjadi pengacara warga keturunan Tionghoa di Jakarta. Setelah lebih berpengalaman, Yap bersama John Karwin, Mochtar Kusumaatmadja dan Komar membuka kantor pengacara pada 1950. Sampai kemudian, sebagai advokat pejuang, Yap membuka kantor pengacara sendiri sejak tahun 1970.

Sejak aktif sebagai advokat itu, Yap tak jemu-jemunya melayani kepentingan masyarakat. Ia pejuang hak asasi dan gigih memperjuangkan hak-hak kaum minoritas dan kaum tertindas. Dalam profesi sebagai advokat, untuk tujuan memperkuat hukum dan melayani keperluan keadilan, ia pun memelopori berdirinya Peradin (Persatuan Advokat Indonesia) dan kemudian menjadi pimpinan asosiasi advokat itu.

Dalam rangka memperkuat perlawanannya terhadap penindasan dan tindakan diskriminatif yang dialami keturunan Tionghoa, Yap ikut mendirikan BAPERKI, suatu lembaga politik untuk orang-orang Tionghoa. Lalu, pada Pemilihan Umum 1955, ia menjadi anggota DPR dan Konstituante.

Nama Yap muncul ke permukaan setelah ia terlibat dalam perdebatan di Konstituante pada 1959. Ketika itu, sebagai seorang anggota DPR dan Konstituante keturunan Tionghoa, ia menolak kebijakan fraksinya yang mendapat tekanan dari pemerintah. Ia satu-satunya anggota Konstituante yang menentang UUD 1945 karena keberadaan Pasal 6 yang diskriminatif dan konsep kepresidenan yang terlalu kuat.

Perjalanan karir dan perjuangannya juga ditopang dengan kuat oleh Sang Isteri, Tan Gian Khing Nio, yang berprofesi guru. Mereka dikaruniai dua anak dan empat cucu. Yap, yang meraih gelar doktor honoris causa dan dikenal sebagai pengabdi hukum sejati itu, mampu dengan penuh semangat melaksanakan berbagai prinsip keadilannya, juga ditopang oleh Sang Isteri.

Bagi keluarganya, Yap juga seorang panutan. Walaupun sangat sedikit waktu yang bisa dia sediakan untuk keluarga, ia selalu berupaya memanfaatkan waktu yang sempit itu untuk bersahabat dengan isteri dan anak-cucunya. Jika ada waktu senggang ia senang memanfaatkannya dengan bepergian atau berdiskusi dengan putra-putrinya. Baginya, Sang Isteri dan putera-puterinya adalah inspiasi, gairah dan semangat tinggi.

Namun, setinggi apapun semangat itu, tak ada manusia yang kuasa menolak kematian. Begitu pula bagi Yap. Hari itu pun tiba. Dalam suatu perjalanan tugas menghadiri konferensi internasional Lembaga Donor untuk Indonesia di Brussel, Belgia, Yap menderita pendarahan usus. Setelah dua hari dirawat di Rumah Sakit Santo Agustinus, Brussel, Yap menghembuskan napas yang terakhir pada 25 April 1989. Jenazahnya diterbangkan ke Jakarta. Lima hari kemudian, diiringi ribuan pelayat, jenazahnya dikebumikan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir Jakarta.

----------------------------------------------------------------------------------------
Nama: Yap Thiam Hien, Lahir: Kutaraja, Banda Aceh, 25 Mei 1913, Meninggal: Brussel, 25 April 1989, Isteri: Tan Gian Khing Nio (guru), Anak: Dua orang, Ayah: Yap Sin Eng
Ibu: Hwan Tjing, Profesi: Advokat (Pendiri organisasi advokat, Peradin)

Pendidikan: Europesche Lagere School Banda Aceh, MULO Banda Aceh, AMS A-II jurusan Sastra Barat Yogyakarta 1933, Meester de Rechten dari Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda, Doktor honoris causa

Pekerjaan: Guru Chineesche Kweekschool Jakarta, Guru di Chinese Zendingschool, Cirebon, Guru di Tionghwa Hwee Kwan Holl, China School di Rembang, Pencari langganan telepon bekerja di kantor asuransi Jakarta 1938, Pegawai Balai Harta Peninggalan Departemen Kehakiman pada 1943., Pengacara bersama John Karwin, Mochtar Kusumaatmadja dan Komar pada 1950., Anggota DPR dan Konstituante 1955
----------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: =www.ytha.com, = Suara Pembaruan, Sabtu 13 Desember 2003, TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

INDONESIA LAWYER


Para Lawyer Indonesia Yth,

Blogweb ini, didedikasikan sebagai wadah diskusi, saring informasi, pengembangan ilmu hukum dan kemungkinan kerjasama penanganan kasus antar advokat indonesia.

Blog ini akan memuat tulisan-tulisan para advokat, dan memuat direktori para advokat Indonesia. Tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik praktis, tidak boleh SARA, dan tidak dipergunakan untuk menyebarkan fitnah dan hasutan.

Jika Kantor Anda ingin dipublikasikan di Blogweb Http:/indonesialawyer.blogspot.com, kirim informasi ringkas berupa:

Nama : ...................................................
Alamat : ...................................................
Telepon : ..................Faksmili.........................
E-mail : ...................................................
Website : ...................................................
Rekan : ...................................................
Associate: ..................................................
Fokus : ...................................................
Bahasa : ...................................................
Kontak Person: ................Mobile: ......................